Rekan-rekan,
Perkenankan saya berbagi pengalaman tentang pembuatan materi/teks himbauan untuk larangan merokok.
Kebetulan dalam kepengurusan di rumah ibadah yg saya anut, saya di mandati sbg seksi LH. Sudah mjd program hirarki dari rumah ibadah pusat sampai pd setiap rantingnya, di kawasan rmh ibadah kami harus dibuat himbauan larangan merokok, yg tentunya lazim berbunyi “KAWASAN BEBAS ASAP ROKOK” atau “DILARANG MEROKOK”.
Namun tanpa mengurangi tujuan dari himbauan tsb, saya berinisiatif mengolah teks mjd “MOHON TIDAK BERBAGI ASAP ROKOK DENGAN SESAMA” asumsi saya adalah :
- Bunyi himbauan hrs berbunyi lebih santun, krn dipasang di rumah ibadah.
- Pada dasarnya si ‘perokok’ yg dihimbau adalah orang-orang ‘sendiri’.
- Materi himbauan tsb senada dg ajaran kami, yaitu ‘cinta kasih kepada sesama’ (tentunya bukan asap rokok).
- Akan lebih mengena, karena saya mengajarkan sesuatu kepada pribadi perokok sehingga akan merasa setuju dg arti himbauan.
- Tidak berkonotasi larangan yg frontal, yg biasanya berbalik tentangan bahkan diabaikan oleh ‘perokok’.
Prinsipnya saya berkeyakinan teks himbauan tsb akan bertema sindiran yg santun akan lebih menyadarkan mereka pada suatu pemahaman dari dalam dirinya (perokok), bahwa apabila merokok tdk pada saat disekitarnya ada orang lain, kerena dg menghamburkan asap rokoknya ‘mereka’ malah tidak berbagi sesuatu yg baik.
Sudut pandang saya ‘perokok/mereka’ apabila ‘cuma dilarang’ akan lebih susah berubah, buktinya rata2 kebiasaan tsb sdh dilakukannya sejak remaja/sekolah/puluhan tahun yg lalu dan hingga saat ini belum berhenti. Padahal mungkin tahu untuk orang tua/istri/suami/anak/saudara kandung/ bahkan yg pasti utk dirinya sendiri jg akan sangat berbahaya, toh tetap dilakukan karena buktinya lebih sehat, lebih gemuk, lebih kuat dan (maaf) tdk mati-mati.
Rekan-rekan, saya dapat menceritakan hasilnya setelah program berjalan berbulan kemudian, ternyata :
- Perangkat himbauan (signtboard) msh terlihat wibawanya, yaitu bersih-awet karena tdk adanya coretan jahil yg bernada lecehan, bahkan perusakan dan pelenyapan.
- Saya tidak merasa khawatir, sungkan, segan, risih bahkan takut menghadapi ‘perokok-perokok’ dari yg saya kenal hingga yg tdk kenal, dari muda-seumur bahkan lebih tua sekalipun, dari yg ramah hingga yg angker/galak sekalipun.
- Dg mudah saya ‘berkampanye’ mensosialisasikan program/himbauan tsb ke wilayah-lingkungan dibawah kepengurusan saya. Karena tetap bernuansa bersahabat dan tidak menentang ‘mereka’.
- Bagian umat yg tidak merokok atau tidak tahan asap rokok lebih merasa mudah menghadapi umat ‘perokok’, karena tidak perlu menegur atau mengutarakan keberatan. (pd kondisi biasanya malah lebih ‘tertekan’ dan mengalah pasrah).
- Terakhir, pada kesempatan pertemuan rapat umat salah seorang perokok berat (kebetulan tokoh umat yg disegani/dituakan) mengutarakan ‘dampak’himbauan tsb, yaitu ;
1. Pada saat merokok, beliau merasa malu dan langsung mematikan rokoknya apabila bertemu dg orang lain.
2. Mendukung himbauan tsb, dg menyarankan property himbauan diperbanyak dan diperbesar bahkan dipasang di gerbang rumah ibadah kami supaya jelas dan efektif.
3. Setelah sekian lama mjd perokok, mungkin tidak mempan dinasehati/dilarang/ditegur bahkan didenda, saat ini beliau bermaksud mengurangi dan pelan-pelan akan berhenti merokok (!).
Rekan-rekan, pada kesimpulan saya (pribadi) adalah dg materi/teks himbauan “MOHON TIDAK BERBAGI ASAP ROKOK DENGAN SESAMA” hasil akhirnya akan lebih sedikit efektif dibanding dg “DILARANG MEROKOK !!!!!!!”.
(maaf, mungkin pd kondisi dan daerah tertentu bisa tdk demikian, saya jg bisa keliru)
Sekian uraian saya, mudah2an ada sedikit manfaat. Mhn maaf apabila ada kelemahan dalam penulisan pendapat ini.
Salam peduli,
Eddie kusumo