May be we can imagine how 20 B people will overconsume natural resources even when they live like our biological (genetic track proven) ancestors in africa 50K years ago?
KB memang hanya salah satu "lifestyle consciousness" modern human di millenium ke-3 ini ..
Our Green Planet will be better off by catering 5 B people than catering 20 B people with the same "green lifestyle" ..
Contraception matters!
Salam NKRI Hijau Kita Bersama! :D
HM
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone
1. Saat menyebut atribut anda sbg 'selalu kritis' saya tidak membayangkan Wardah UPC. Kekritisan anda saya tangkap waktu perdebatan panjang di milis ini tentang perlunya KB. Banyak yang tidak setuju dan saya termasuk sedikit yang setuju KB. Ketika saya 'kesulitan' meyakinkan kawan2 yang meragukan perlunya KB, anda dengan tangkas menjelaskan kepada mereka. Di situ saya melihat kekritisan anda. Sayang, akhirnya dialog itu berakhir begitu saja.
2. Kalau tayangan teve dari kampung yang sesungguhnya sesulit 'mencari jarum di tumpukan jerami' , mari kita buat yang lebih mudah. Caranya kita bangun permukiman baru di perkotaan yang anggota komunitasnya diperoleh melalui 'audisi'. Cara hidup mereka : makan, bepergian, penggunaan energi, merenovasi bangunan, menggarap halaman rumah dsb. dipraktekkan terus-menerus dan secara berkala disiarkan live melalui TV.
3. Bagaimana ? Jadikan proyek GLS !
Salam,
Bintang
From: Orang Tani <orang.tani@gmail.com>
To: greenlifestyle@googlegroups.com
Sent: Thu, June 10, 2010 4:37:13 PM
Subject: Re: [greenlifestyle] Silent Revolution !!!
Untuk Sano, Meutia, Anie, Anita, Anton,
Hallo juga, ..
Memang betul, menggerakkan masyarakat kota metropolitan seperti Jakarta pasti sangat susah, berbeda dengan komunitas kota kecil atau desa, karena kebanyakan orang Jakarta ini hanya "numpang tidur" saja di rumahnya, sebab dia berada di Jakarta cuma untuk cari makan, beda dengan di desa/kota kecil, dia sudah turun temurun di sana dan merasa memiliki kampungnya karena kampung itu bagian dari dirinya. Jadi kalau diajak bikin perubahan mereka akan lebih tanggap.
Sebetulnya gagasan "kampung perubahan" ini memang lebih tepat untuk kampung beneran, bukan Jakarta.
Saya rasa kalau Jakarta (saya juga pernah tinggal di Jakarta, jadi tahu betul pusingnya) paling jauh mengubah diri dan keluarga sendiri sudah bagus sekali, sukur2 kalau ada teman yang ikutan.
Tentang KB, kenapa saya menganggap prioritas-1, karena kalau di kampung beneran ini perlu digencarkan, tapi kalau di Jakarta mungkin tidak jadi masalah karena rata2 keluarga beranak paling banyak 3, sedang di kampung biar hidup pas2an anak bisa sampai 11.
Tentang Pembantu, mungkin kita tidak terlalu menyadari dampak negatif yang ditimbulkan budaya memakai pembantu ini, baik pada pemicu migrasi mereka dari desa ke kota sehingga tidak ada yang mau jadi petani lagi (....lha kalau nggak ada petani siapa yang mau bikinin bahan makanan kita?....), dan efek negatif lain adalah pada 'lebay' nya ibu2 dan anak2 Indonesia termanjakan si mbak, padahal kalau dipaksa sebetulnya keluarga kita mampu mengerjakan semuanya sendiri dan anak2 juga jadi tidak manja. Lihat saja di negara Barat sejak dulu sampai sekarang rata2 orang tidak pakai pembantu karena hanya yang sangat kaya yang bisa membayar pembantu, atau kalau terpaksa mereka memakai jasa pembantu seperlunya dengan ongkos per jam.
(di sinipun saya & keluarga kerjakan semuanya sendiri, sambil saya juga sekolah dan sibuk ber-milis begini.....:))))
Bagaimana menurut pendapat teman2?
PS:
Mbak Anita, saya bukan Wardah UPC, ..silakan lihat reply untuk Mas Bintang.
Saya suka dikenal dengan sebutan Orang-Tani karena memang cukup lama bersama-sama dengan petani
Trims
Thanks komentarnya Mas Bintang,
Hehehehe……. memang kalau saya diminta membuat satu atau dua judul besar buat permasalahan kita, saya akan buat sbb:
Tahukan Teman, ternyata peradaban modern ini Salah Jalan, lho?
Atau:
Tahukah Anda ternyata, semua masalah di zaman modern ini berasal dari kesalahan cara berfikir manusia modern lho?
Kenapa Salah?
Ya karena tidak mematuhi rambu-rambu dari Sang Pencipta yang memiliki kehidupan.
Karena itulah maka, saya sepemdapat dengan Anda, bahwa gerakan semacam ini akan ditantang dengan pertanyaan seperti tadi: lha untuk apa kalau akhirnya disuruh prihatin? Karena, si penanya tidak tahu, dan tidak pernah diajari lagi, dan tidak pernah merasakan sendiri, bahwa justru "si prihatin" ini lebih tentram bahagia dibanding si hedonis yang berfoya-foya. Lihatlah generasi sebelum kita yang lebih miskin materi bisa lebih ayem disbanding orang modern yang gelisah entah karena apa….:))
Saya sependapat kalau ide ini harus divisualisasikan di TV, karena itu saya memang sedang mencari komunitas tradisional yang bisa dijadikan show-case seperti itu, dan di hari begini itu bukan pekerjaan mudah, seperti mencari jarum dalam jerami.
Saya bahkan menduga (hipotesa) bahwa hanya komunitas religius (karena mereka masih mempercayai otoritas agama) lah yang masih mau diubah kalau pemimpinnya sanggup membimbing (kalau spiritual vis-à-vis religious lebih susah diukurnya, Mas, jadi saya rasa lebih mudah melihat relijiusitas komunitas saja).
Bahkan saya sering tersenyum sendiri berfikir mungkin seperti inilah dulu pekerjaan berat para Nabi membawa perubahan di dalam masyarakatnya :))))
Ngomong2 kenapa Anda kok bilang "mbak Wardah yang selalu kritis?" Apa kita pernah ketemu sebelumnya?
Saya bukan Wardah Hafidz yang terkenal itu lho..... saya cuma seorang Wardah yang lain, dan riset ini riset PhD saya di NZ .......
Salam,
wardah2010/6/10 <bintangnugroho@yahoo.com>
Mbak Wardah yg selalu kritis,
1. Konsep transition town itu sangat logis. Bahwa yang merespon belum banyak itu juga logis. Kalau yang menentang akan banyak pun masuk akal. Meski disebut transisi, artinya akan cukup mengakomodasi kebutuhan peralihan, namun saya yakin banyak sekali orang yg jadi kurang senang ketika membayangkan apa yg akan diperolehnya di ujung transisi ini : lha cuma tambah 'susah' aja gitu kok dituju ??? Skrg ada pembantu, nanti justru kerjakan sendiri saat sdh makin tua, apa enaknya ? Skrg ada kerjaan akibat kemalasan org kaya (mencuci pakai mesin cuci, kesana kemari naik motor enak toh ?), nanti jungkir balik mencangkul lagi di sawah, buruh tani, suatu pekerjaan yg bahkan 50 thn lalu sdh ditanggalkan orangtua dan milih menggelandang di kota atau membabu di negara tetangga ...
2. Tapi jelas, saya pendukung gagasan Transition Town. Pengalaman saya : merubah keluarga sendiri itu sulittt. Ada kontradiksi yg perlu diselaraskan krn sgt esensial. Hal itu berupa pertanyaan : " jadi buat apa selama ini kita hidup dgn berjuang mati2an demi kenyaman hidup ? Percuma dong kalau ujungnya disuruh prihatin lagi. Salah jalan dong kita, karena harus balik lagi" ... Iya kawan, iya anakku, baru sekarang kita tahu bahwa kita tersesat Mari mencari jalan yang benar sekarang. "Aaah, itu kan bukan salah saya, itu salah kalian orang yang lebih tua yang keliru memasang rambu, sembarangan pasang petunjuk. Kalian enak sdh cukup mengenyam kenyamanan hidup, kami yg sdg susah2nya diminta menjauh dari kenyamanan yg sdh selama ini kami bayangkan menjadi upah atas kerjakeras kami. Tidak adil dong...".... Kawanku, anakku, perubahan ini adalah keniscyaan, pasti harus kita lakukan, atau kebuntuan sosial dan kemandegan ekologi memaksa kita membunuh diri bersama. .... "Itu filsafat org yang sdh mengenyam kenikmatan. Sorry otak kami sudah tak punya kuota unt filsafat, yg tersisa hanya kita bertahan di jaman persaingan dan mengais kebahagiaan yg mungkin tercecer di kubangan darah, keringat (dan maksiat ? he he he skdar persajakan belaka) bernama kota. Dst dst.
3. Jadi begini Mbak, transition town (TT) itu mestinya dibangun di atas, istilah karangan saya, 'ecological transcendent' - kesadaran akan rencana Ilahi dlm tanda-tanda ekologis. Kita mesti berpijak di atas ranah spiritual (tdk identik dg agama) untuk menumbuhkan kesadaran dan niat yg cukup kokoh saat membangun TT itu. Cara konkritnya ?
Kita isi layar TV kita dgn tontonan inspiratif selain kotbah : reality show dari kampung-kampung yang tercerahkan menjadi embrio TT. Reality show dari komunitas / keluarga yang layak menjadi model penghuni TT. Reality show dari sekumpulan org yang membangun permukiman baru, eco-techno-tribalism di satu gugus pulau di kep Seribu, mulai dari nol spt Robinson Cruiz, atau di tengah kampung kumuh di Kalipasir, Jkt misalnya, ditayangan rutin per minggu, live. Kita lihat, apakah mereka menerapkan KB? Mestinya iya.
Saya percaya mata saya, spt juga kebanyakan org. "Seeing is believing". Itu sebabnya TV dan Facebook dpt merubah dunia...
5. Ini nyanyian pagi, yg bersemangat unt menyambut tawaran anda. Ide yang cemerlang akan punya kaki dan tangan yg cepat tumbuh. Penyebaran gagasan ini melalui 'pintu masuk mereka' yaitu media bergambar, kita harapkan bisa mengarahkan lebih banyak lagi orang keluar melalui "pintu kita bersama".
Salam.
BintangSent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSATFrom: Orang Tani <orang.tani@gmail.com>Sender: greenlifestyle@googlegroups.comDate: Wed, 9 Jun 2010 18:30:58 +0700ReplyTo: greenlifestyle@googlegroups.comSubject: Re: [greenlifestyle] Silent Revolution !!!Begini Mas Idung,Sebetulnya ada atau tidak adanya ancaman perubahan iklim pun, keadaan bumi sudah begitu payah melayani manusia dengan gaya hidup modern yang konsumtif ini, sementara ketersediaan sumberdaya alam makin merosot (ini banyak buktinya).Ancaman yang lebih nyata adalah Peak Oil alias habisnya minyak bumi karena itu didukung dengan bukti yang tak terbantahkan (bahkan di negara kita, saya memiliki data2 akuratnya), karena bahan bakar fossil ini bukan hanya kita pakai untuk fuel tapi semua gaya hidup modern kita ditunjang oleh barang2 yang bahan bakunya dari petroleum.Mengenai perubahan iklim meski banyak juga tanda-tanda yang mengarah ke sana, tapi menurut saya ancaman itu kurang signifikan kalau dibanding besarnya ancaman bencana ekologis yang lain. Kita mengurangi emisi bisa dibilang tidak akan mengubah banyak, karena yang paling banyak menyumbang emisi itu justru negara maju, bukan kita.Silakan lihat jejak karbon negara-negara terlampir. Anda bisa lihat bahwa biang keladi kerusakan lingkungan adalah US dan negara maju lainnya, carbon footprint negara msikin seperti kita justru sangat keciil sekali. Memang kita gunduli hutan dan kita kuras tambang2 , tapi yang mengkonsumsi juga mereka juga (di samping tentu saja termasuk orang jakarta yang konsumtif ini, hehehe...., meski bukan orang2 miskin di desa).Gerakan 'transition town' sedang dilancarkan masyarakat di negara maju sejak tahun 2004. Memang transition town movement ini masih sangat muda umurnya tapi berkembang cukup cepat karena adanya ancaman Peak Oil dan Climate Change, meski pada dasarnya tanpa kedua ancaman tersebutpun mereka merasa perlu melakukan restoration (menata kembali) lingkungan alam dan lingkungan sosial yang sudah berantakan akibat modernisasi di sana.
Karena masih berusia muda gerakan ini belum terbukti keefektifannya melawan laju kecepatan kerusakan lingkungan dan sosial di dalam skala besar mengingat begitu kuatnya arus konsumerisme dan industrialisasi serta kuatnya genggaman korporasi/dunia bisnis dalam menentukan policy pemerintah. Tetapi dalam skala kecil, skala komunitas lokal (desa/kampung), bisa dikatakan gerakan mereka terbukti berhasil: penduduknya menjadi hemat energi, mengurangi pemakaian kendaraan bermotor diganti sepeda, menanam sayur di rumah dan di community garden, mereka tidak membeli barang2 impor, mengubah gaya hidup menjadi sederhana, keluarga mereka tanpa TV, berhenti makan fast food dan kembali memasak, suami-istri mengerjakan sendiri semua keperluan di rumah bahkan merenovasi rumah sendiri :)), mereka membuat tempat penjualan barang bekas, cloth recycle, mereka membuat worm farm (cacing) untuk memakan sampah dapur dan dijadikan kompos, pendidikan lingkungan di sekolah, dsb.Biarpun belum mengubah seluruh negara bisa dikatakan gerakan itu berhasil karena sebetulnya esensi perubahan itu biarpun hanya terjadi di level individu, keluarga dan kampung saja kan sudah bisa dibilang berhasil?
Nah keadaan kita di Indonesia sebetulnya bisa dibilang jauh lebih parah dari kerusakan di negara maju baik alam maupun sosialnya…….(saya jadi sulit mau melanjutkan bicara)……saya kira Anda sudah cukup tahu. Perekonomian negara kita dibangun dari industri ekstraktif (menguras sumberdaya alam) yang berbasis export-oriented industry, serta masuknya modal asing dari perekonomian global membuat Indonesia makin tak terkendali, ditambah lagi perdagangan bebas Free Trade, jadi lengkap sudah.…….Kalau bicara masalah ini kita bisa berminggu-2 nggak selesai karena akan panjang dan lebar menyangkut ke mana-mana, ya ekonomi global, ya konspirasi, ya korupsi, ya global injustices, dsb, ...cape deh.
Dalam situasi seperti ini saya melihat cuma ada satu cara, yaitu membuat gerakan transition town seperti di negara maju tsb untuk komunitas kecil di Indonesia (RT/RW/desa). Kalau banyak orang yang melakukan ini, apalagi kalau mereka terhubung dalam satu jaringan maka akan punya kekuatan untuk menuntut perubahan melalui UU otonomi daerah.
Itulah maksud gagasan Kampung Perubahan ini, Mas. Kebetulan saya ikut partisipasi dalam satu transition town di Canterbury NZ jadi saya tahu apa saja yang mereka kerjakan .Yah, itupun kalau gagasan ini diterima, kalau nggak juga nggak apa-apa, hehehe...:)) setidaknya saya sudah mencoba menawarkan pada teman2 di kampung sendiri.Wardah
2010/6/9 idung risdiyanto <idungris@gmail.com>
Salam,
Ide-nya menarik juga....tapi ada yang mengganjal terutama masalah perubahan iklim yang dianggap sebagai ancaman nomor 1 (kalau dari tulisannya mbak Wardah). Sepanjang pengetahuan saya sebagai orang biasa.....saat ini istilah "Perubahan Iklim" dan "Pemanasan Global" telah menjadi tren dan seolah-olah seperti sebuah dogma/keyakinan/agama baru.
Semua aspek selalu dikaitkan dengan perubahan iklim dan pemanasan global, misalnya kejadian banjir dan kekeringan di sebagian wilayah Indonesia selalu di vonis akibat perubahan iklim. Yang lainnya, Pembukaan lahan-lahan pertanian dan perkebunan baru dikaitkan juga dengan perubahan iklim dst...dst
Kemudian pada saat ini seolah-olah dengan menurunkan emisi karbon..persoalan perubahan iklim selesai..:). Saya setuju dengan perubahan lingkungan yang makin menurun dalam memberikan jasa alaminya baik dari segi kualitas maupun kuantitas dan kita harus berbuat untuk memperbaiki, mengurangi resikonya ataupun mengadaptasinya, Tetapi saya tidak sepakat kalau semuanya selalu disangkutkan ke perubahan iklim. Saya suka mengibaratkan seperti ini "Kalau aqidahnya saja sudah meragukan atau bahkan salah, maka syariat apapun yang dilakukan pasti salah"
Mohon maaf kalau kurang berkenan, saya sekedar memberikan prespektif lain dan terbuka untuk mendiskusikan hal ini, terutama masalah perubahan iklim.
Salam
idung (http://banyumilih.blogspot.com/)
Pada 7 Juni 2010 14:13, anita arif <anita_sy_ar@yahoo.com> menulis:
Orang Tani alias Mba' Wardah yang mulia, dan teman2 GL sekalian ...
Setuju, dan salut dengan kesadaran dan penyebaran kesadaran ini... Silent Revolution... artinya, kita lebih perlu bertindak daripada berteriak2 kan...? Dan selalu mulai dari diri sendiri dan lingkungan keluarga untuk memberi teladan... Dan seterusnya bisa lebih luas lagi untuk membentuk network...
Ya, mari kita mulai... bagi yang sudah mulai, mari kita teruskan...
Salam Lestari,
anita
From: Orang Tani <orang.tani@gmail.com>
To: greenlifestyle@googlegroups.com
Sent: Sat, June 5, 2010 5:57:44 AM
Subject: [greenlifestyle] Silent Revolution !!!
Teman-teman GL yang budiman,
Saya sedang melakukan sebuah riset untuk melihat sejauh apa masyarakat Indonesia mau melakukan perubahan gaya hidup yang signifikan untuk menjadi green dan sustainable.
Di samping mendatangi beberapa lokasi di Jawa dan Bali saya juga masuk ke komunitas virtual Milis. Yang mengejutkan, ternyata rata-rata Milis yang mendiskusikan berbagai persoalan bangsa dan negara itu sama sekali tidak peduli dengan masalah lingkungan apalagi mau mengubah gaya hidup. Mereka jauh lebih tertarik bicara terus masalah korupsi, teroris, debat agama, Susno, SBY, dan sekarang makin riuh dengan Gaza dan Israel-Palestina....
Nah, bagaimana kalau saya melempar ide KAMPUNG PERUBAHAN dan JARINGAN PERUBAHAN INDONESIA di milis GL, apa respons teman2 ??? Anda tidak harus menyenangkan saya dengan merespons positif...hehehe.....kalau menurut Anda itu tidak bisa dilakukan justru saya ingin mendengar apa hambatan/kendala nya untuk membuat Kampung Perubahan dan Jaringan Perubahan bisa berjalan di Indonesia? Itulah pertanyaan yang saya cari jawabannya dalam riset ini.
Saya yakin anggota milis GL sudah tahu ancaman sbb:
1. Perubahan Iklim: Krisis pangan, krisis air bersih, banjir, kekeringan. Sudah mulai.
2. Habisnya Minyak Bumi: Krisis energi sudah mulai. 30-40 thn lagi minyak diduga akan habis.
3. Penipisan cadangan sumberdaya alam di semua sektor dan krisis semua penopangkehidupan kita sudah mulai, pencemaran air, udara, tanah. Anda tahu kan kecepatankehilangan hutan Indonesia sekarang 1.3 - 2 juta hektar/tahun?
4. Gangguan kesehatan jiwa baik individual maupun sosial dikarenakan banyaknyakekecewaan pada pemerintah dan pada situasi secara umum
5. Konflik horizontal, karena pemerintah tidak bisa menjembatani perbedaan dan keragamankultural dalam masyarakat
6. Dekadensi moral generasi muda dan masuknya faham2/aliran pemikiran yangmembingungkan dan mengganggu proses transfer nilai antar generasi7. Terjadinya Krisis Identitas dan Krisis Kebudayaan yang akut
Sedangkan,
Kita juga tidak melihat adanya titik terang harapan dari jalannya pemerintah yang sekarang, Malah makin besar peluang negara kita diobok-obok kekuatan asing (contoh: (yang banyak beredar di milis2) dengan dijadikannya bekas menteri keuangan menjadi direktur bank dunia)
Jadi
Bagaimana kalau kita milis Green Lifestyle ini saja yang mengambil alih menentukan nasib bangsa ini ke depan?
Caranya?Masing2 kita di milis ini jadi pemimpin gerakan KAMPUNG PERUBAHAN yang dimulai di kampung atau lingkungan kita masing-masing.
Lalu,
Kita buat networking JARINGAN PERUBAHAN INDONESIA . Jaringan ini berkomunikasi melalui internet website
Masing2 kita menjadi inisiator membuat "Kampung Perubahan" di tempat kita sendiri-sendiri.
Apa saja yang dilakukan?
Bertahap.
Tahap Pertama:
1. Menggencarkan program KB
2. Mendidik masyarakat tentang kegawatan situasi (saya bisa kasih bahannya)
3. Perubahan gaya hidup:
a. Hemat energi
b. Beli produk lokal
c. Belanja di pasar tradisional dan toko tradisoonal (tidak lagi ke Carrefour/ Hero/Sogo/......semua supermarket/café/ restoran chaín/multinational, tapi mencari yang pedagang lokal untuk menghidupkan ekonomi lokal)
Tahap Kedua:
1. Menuntut pemerintah menyediakan transportasi umum
2. Menuntut pemerintah membuatkan hutan kota dan green area, membuat lubang resapan air, membenahi sungai, selokan dan saluran air.
3. Berhenti memakai pembantu rumah tangga di rumah dan mendorong repatriasi mereka dan pekerja marjinal di kota pulang kampung dan bertani lagi. (Nyonya2 Indonesia terlalu manja dengan pakai pembantu, ini yang bikin mereka punya banyak waktu dan hobi belanja dan akhirnya suami jadi korupsi. Itulah sebabnya indonesia punya jumlah mall tertinggi di dunia)
Tahap Ketiga:
1. Mempelopori pendidikan peace education di sekolah dengan menggali nilai-nilai Timur sendiri
2. Mendorong para ulama-ulami, pendeta-pendeti, duduk bersama membicarakan masalah umatnya yang terus berantem.
3. Menuntut semua agama menghentikan kegiatan misionaris untuk menarik umat lain ke dalam agamanya (ini sumber masalah dari dulu sampai sekarang)
Tahap Keempat:
1. Menuntut pemerintah melakukan perubahan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan keadaan darurat ini (contoh: buat apa anak pintar matematika Kumon tapi bloon ketrampilan hidup, misalnya)2. Menularkan/ mengajarkan/ menyebarkan inisiatif gerakan KAMPUNG PERUBAHAN ini kepada teman/saudara/kerabat di kota, desa dan propinsi laiTahap Kelima, Keenam,....menyusul, sesuai perkembangan
Dengan network JARINGAN PERUBAHAN INDONESIA ini kita ubah milis Green Lifestyle dari sekedar KERUMUNAN menjadi BARISAN.
Dan karena berbentuk network Anda tidak bekerja sendirian melainkan terhubung dengan yang lain. Kalau mau nuntut pemerintah, kita keroyok bareng, kalau menuntut ulama-ulami, pendeta-pendeti, kita keroyok bareng.
Bagaimana? Ide gila? Hehehehe...Di saat seperti ini kita perlu ide gila begini untuk keluar dari kebuntuan, Kawan.
Kalau tidak, kalian bisa gila beneran....
Silakan lihat link-nya di bawah ini. People around the world sedang melakukan begini juga:
http://www.transitiontowns.org.nz/lyttelton
http://www.transitionnetwork.org/about
Saya tunggu tanggapan kawan-kawan GL. Tampaknya kalian sangat konsisten peduli pada problem lingkungan di sekitar kita. Mohon memberikan tanggapan yang jujur agar bisa kita ukur sama-sama apakah gerakan ini bisa dijalankan secara realistis.Saya cuma mikir kalau bukan kalian yang memulai gerakan 'transition town' di Indonesia lalu siapa lagi?Terima kasih dan Salam lestari,Wardah
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id --
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id