Bu Armely ysbg.
Salah satu usaha kolektif yg bisa dilakukan dengan mengandalkan persuasi sosial ekonomis budaya adalah dengan mengakui bahwa "jumlah anak maksimal" yg "sustainable for our green planet" adalah "2 anak cukup". Saya melihat bahwa program KB pasca 20 Mei 1998 termarjinalkan menjadi "ikon kediktatoran kependudukan orde baru" yg oleh banyak pihak juga dicap "neolib areligious" .. Kita semua tahu bahwa "budaya beranak pinak sebanyak2nya" adalah salah satu faktor kunci yg menimbulkan dampak intergenerasi berupa "degradasi exponential sumberdaya alam hayati" .. Semoga "Religious Green LifeStyle" tidak akan anti KB 2 anak cukup terus menerus seperti euforia anti orde baru pasca 20 mei 1998 .. :D
Oleh ARYO WISANGGENI G
"Saya perlu kejelasan. Apa makna keanekaragaman hayati dalam keseharian kita? Apakah itu terkait harga beras atau minyak goreng karena dua hal itulah yang penting bagi kebanyakan orang," ujar Boediono saat membuka Pekan Lingkungan Hidup ke-14 di Jakarta pada Kamis (3/6).
Beruntung, Wakil Presiden Boediono adalah pemimpin yang "tahu" bahwa beliau "tidak tahu". Atau barangkali sebenarnya beliau "tahu", tetapi mengaku "tidak tahu" karena ingin mengingatkan banyak orang bahwa mereka "tidak tahu".
Lantaran Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan tahun 2010 sebagai Tahun Keanekaragaman Hayati Internasional, istilah "keanekaragaman hayati" bergaung di mana-mana. Dalam seminar, lokakarya, juga aneka seremoni.
Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh Sabtu (5/6) pun mengusung tema "Keanekaragaman Hayati, Masa Depan Bumi Kita". Tapi apa hubungannya dengan harga beras atau minyak goreng?
Bekal kehidupan
Pada masa mendatang, keanekaragaman hayatilah yang akan menyelamatkan Indonesia dari dampak pemanasan global yang melelehkan es di berbagai belahan bumi.
Jika permukaan paras laut naik 50 cm, diperkirakan 2.000 pulau di Indonesia akan hilang. Pulau yang tidak tenggelam pun bakal kehilangan sebagian wilayahnya, termasuk areal sawah, ladang, juga tegalan.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Endang Sukara menyatakan, ancaman itu membuat penelitian tumbuhan pangan alternatif bukan lagi pilihan, tetapi sebuah keharusan. Sagu adalah kekayaan hayati Indonesia yang berbeda sifat dibanding padi yang alergi terhadap air asin.
"Sampai sekarang dunia bergantung pada sekitar 20 spesies bahan pangan. Kita tidak meneliti pendayagunaan berbagai bahan pangan yang bisa hidup dalam kondisi terendam air, bahkan air asin, misalnya sagu. Kita mengenal sagu, tetapi tidak pernah meneliti kemungkinan sagu menjadi bahan pangan yang cocok mengantisipasi perubahan iklim," kata Endang.
Untuk menjamin tanaman pangan, seperti beras agar mampu bertahan di bumi yang kian panas, pemuliaan benih tanaman pangan pun mendesak dilakukan. Baik pemuliaan benih secara tradisional seperti dilakukan para petani maupun pemuliaan benih berteknologi canggih seperti rekayasa genetika, keduanya butuh modal yang tak tergantikan, yaitu tumbuhan induk pembawa sifat. Sifat beragam itulah "keanekaragaman hayati".
Kisah parasit malaria yang kebal kina bisa berulang pada penyakit lain karena pemanasan global bisa merangsang mutasi berbagai virus dan protozoa agar kebal terhadap obat.
Ketika chloroquine, obat berbahan dasar dari pohon kina (Chinchona) tidak lagi menjinakkan parasit malaria. Para ahli berhasil menemukan obat baru dengan mengisolasi antimalaria tanaman Artemisia annua. Senyawa itu ditemukan karena Artemisia annua belum punah.
Lumbung
Kepala LIPI Umar Anggara Jenie, pada peringatan hari Keanekaragaman Hayati Internasional, Sabtu (22/5), menyatakan, Indonesia adalah lumbung keanekaragaman hayati dunia. Keanekaragaman hayati Indonesia menduduki peringkat kelima dunia.
"Pada tiap 10.000 kilometer persegi lahan di Jawa, terdapat 2.000-3.000 jenis tumbuhan. Pada tiap 10.000 km persegi lahan di Kalimantan dan Papua terdapat lebih dari 5.000 jenis tumbuhan," kata Umar.
Namun, keterbatasan pemahaman membuat lumbung keaneragaman hayati Indonesia terus tererosi kegiatan pertambangan, pembalakan hutan, juga perkebunan.
Kepala Departemen Mitigasi Risiko Sosial dan Lingkungan Sawit Watch Norman Jiwan mencontohkan bagaimana jutaan hektar hutan yang kaya keanekaragaman hayati disulam menjadi perkebunan kelapa sawit—bahan baku minyak goreng.
"Konversi hutan berubah jadi perkebunan kelapa sawit menjadi marak tahun 1999 hingga 2004 mencapai 400.000 hektar per tahun. Luasan perkebunan kelapa sawit Indonesia sekarang mencapai 8,4 juta hektar."
Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI Siti Nuramaliati mengeluhkan kerapnya keanekaragaman hayati Indonesia dinilai sekadar "barang bernilai ekonomis". "Padahal, keanekaragaman hayati menciptakan keseimbangan alam yang melayani berbagai jasa lingkungan yang tidak ternilai. Hutan, misalnya, menjalankan fungsi hidrologis yang menyediakan sumber air bersih bagi manusia," kata Siti.
Pernahkah Anda membayangkan lensa kamera berhasil menangkap pemandangan bersudut lebar hingga 180 derajat? "Hal itu ditemukan setelah manusia mempelajari berbagai bentuk mata serangga," katanya.
Bagian paling menakutkan dari kehancuran hutan Indonesia bukanlah derak pohon saat tumbang, melainkan ketidaktahuan manusia tentang apa yang "ditebangnya". Bisa jadi ia menebang "beras" masa depan, obat penyembuh AIDS, bahan teknik konstruksi masa depan, bahkan hal tak terbayangkan lainnya.
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com