dan membantu secara langsung, salam kenal.
Namaste!
On Jun 11, 6:18 am, Santalum Album <aryanagalanc...@yahoo.com> wrote:
> Pak Henk yang baik,
>
> KB ?: YES !!!! tetapi tidak akan effektif jika saja pola makan kita tidak disesuaikan sesuai kodratnya: VEGETARIAN.
> Cobalah disimak laporan FAO November 2006: "Livestock's Long Shadow: Environtment Issues and Options", dimana jelas dinyatakan bahwa Pola makan daging (sesuai konsep usang yg keliru: 4 Sehat, 5 Sempurna) akan memboroskan lahan pertanian 4 x lipat lebih banyak daripada Pola makan Vegetarian, belum lagi pemborosan Air Bersih kira-kira hampir 10 x lipat.
> Jadi percuma saja jumlah penduduk diturunkan hingga 5 milyar saja, namun Pola makannya tidak diubah, sebab itu hampir sama dengan memberi makan 20 milyar orang yang Vegetarian.
> Habitat bagi hewan serta tumbuhan lain akan dikorbankan dan keseimbangan ekologi pun masih akan terganggu.
>
> Salam hijau selalu,
> G.Wibisono
>
> ________________________________
> From: "henkmahen...@gmail.com" <henkmahen...@gmail.com>
> To: greenlifestyle@googlegroups.com
> Sent: Thu, June 10, 2010 9:19:40 PM
> Subject: Re: [greenlifestyle] Silent Revolution !!!
>
> Pak Bintang ysbg.
>
> May be we can imagine how 20 B people will overconsume natural resources even when they live like our biological (genetic track proven) ancestors in africa 50K years ago?
>
> KB memang hanya salah satu "lifestyle consciousness" modern human di millenium ke-3 ini ..
>
> Our Green Planet will be better off by catering 5 B people than catering 20 B people with the same "green lifestyle" ..
>
> Contraception matters!
>
> Salam NKRI Hijau Kita Bersama! :D
>
> HM
> Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone
> ________________________________
>
> From: Bintang Nugroho <bintangnugr...@yahoo.com>
> Sender: greenlifestyle@googlegroups.com
> Date: Thu, 10 Jun 2010 05:43:34 -0700 (PDT)
> To: <greenlifestyle@googlegroups.com>
> ReplyTo: greenlifestyle@googlegroups.com
> Subject: Re: [greenlifestyle] Silent Revolution !!!
>
> Mbak Wardah yang Orang Tani,
>
> 1. Saat menyebut atribut anda sbg 'selalu kritis' saya tidak membayangkan Wardah UPC. Kekritisan anda saya tangkap waktu perdebatan panjang di milis ini tentang perlunya KB. Banyak yang tidak setuju dan saya termasuk sedikit yang setuju KB. Ketika saya 'kesulitan' meyakinkan kawan2 yang meragukan perlunya KB, anda dengan tangkas menjelaskan kepada mereka. Di situ saya melihat kekritisan anda. Sayang, akhirnya dialog itu berakhir begitu saja.
>
> 2. Kalau tayangan teve dari kampung yang sesungguhnya sesulit 'mencari jarum di tumpukan jerami' , mari kita buat yang lebih mudah. Caranya kita bangun permukiman baru di perkotaan yang anggota komunitasnya diperoleh melalui 'audisi'. Cara hidup mereka : makan, bepergian, penggunaan energi, merenovasi bangunan, menggarap halaman rumah dsb. dipraktekkan terus-menerus dan secara berkala disiarkan live melalui TV.
>
> 3. Bagaimana ? Jadikan proyek GLS !
>
> Salam,
> Bintang
>
> ________________________________
> From: Orang Tani <orang.t...@gmail.com>
> To: greenlifestyle@googlegroups.com
> Sent: Thu, June 10, 2010 4:37:13 PM
> Subject: Re: [greenlifestyle] Silent Revolution !!!
>
> Untuk Sano, Meutia, Anie, Anita, Anton,
>
> Hallo juga, ..
>
> Memang betul,
> menggerakkan masyarakat kota metropolitan seperti Jakarta pasti sangat susah, berbeda
> dengan komunitas kota kecil atau desa, karena kebanyakan orang Jakarta ini
> hanya "numpang tidur" saja di rumahnya, sebab dia berada di Jakarta cuma untuk
> cari makan, beda dengan di desa/kota kecil, dia sudah turun temurun di sana dan
> merasa memiliki kampungnya karena kampung itu bagian dari dirinya. Jadi kalau
> diajak bikin perubahan mereka akan lebih tanggap.
>
> Sebetulnya
> gagasan "kampung perubahan" ini memang lebih tepat untuk kampung beneran, bukan
> Jakarta.
> Saya rasa kalau Jakarta (saya juga pernah tinggal di Jakarta, jadi tahu
> betul pusingnya) paling jauh mengubah diri dan keluarga sendiri sudah bagus
> sekali, sukur2 kalau ada teman yang ikutan.
>
> Tentang KB,
> kenapa saya menganggap prioritas-1, karena kalau di kampung beneran ini perlu
> digencarkan, tapi kalau di Jakarta mungkin tidak jadi masalah karena rata2 keluarga
> beranak paling banyak 3, sedang di kampung biar hidup pas2an anak bisa sampai
> 11.
>
> Tentang Pembantu,
> mungkin kita tidak terlalu menyadari dampak negatif yang ditimbulkan budaya
> memakai pembantu ini, baik pada pemicu migrasi mereka dari desa ke kota sehingga tidak
> ada yang mau jadi petani lagi (....lha kalau nggak ada petani siapa yang mau
> bikinin bahan makanan kita?....), dan efek negatif lain adalah pada 'lebay' nya
> ibu2 dan anak2 Indonesia termanjakan si mbak, padahal kalau dipaksa sebetulnya keluarga
> kita mampu mengerjakan semuanya sendiri dan anak2 juga jadi tidak manja. Lihat
> saja di negara Barat sejak dulu sampai sekarang rata2 orang tidak pakai
> pembantu karena hanya yang sangat kaya yang bisa membayar pembantu, atau kalau terpaksa mereka
> memakai jasa pembantu seperlunya dengan ongkos per jam.
> (di sinipun saya & keluarga kerjakan semuanya sendiri, sambil saya juga sekolah dan sibuk ber-milis begini.....:))))
>
> Bagaimana menurut
> pendapat teman2?
>
> PS:
> Mbak Anita, saya bukan Wardah UPC, ..silakan lihat reply untuk Mas Bintang.
> Saya suka dikenal dengan sebutan Orang-Tani karena memang cukup lama bersama-sama dengan petani
>
> Trims
>
> 2010/6/10 Orang Tani <orang.t...@gmail.com>
>
>
>
> >Thanks komentarnya Mas Bintang,
>
> >Hehehehe……. memang kalau saya diminta membuat satu atau dua judul
> >besar buat permasalahan kita, saya akan buat sbb:
>
> >Tahukan Teman, ternyata peradaban modern ini Salah Jalan,
> >lho?
>
> >Atau:
>
> >Tahukah Anda ternyata, semua masalah di zaman modern ini berasal
> >dari kesalahan cara berfikir manusia modern lho?
>
> >Kenapa Salah?
>
> >Ya karena tidak mematuhi rambu-rambu dari Sang Pencipta yang
> >memiliki kehidupan.
>
> >Karena itulah maka, saya sepemdapat dengan Anda, bahwa gerakan
> >semacam ini akan ditantang dengan pertanyaan seperti tadi: lha untuk apa kalau
> >akhirnya disuruh prihatin? Karena, si penanya tidak tahu, dan tidak pernah diajari lagi,
> >dan tidak pernah merasakan sendiri, bahwa justru "si prihatin" ini lebih tentram
> >bahagia dibanding si hedonis yang berfoya-foya. Lihatlah generasi sebelum kita
> >yang lebih miskin materi bisa lebih ayem disbanding orang modern yang gelisah
> >entah karena apa….:))
>
> >Saya sependapat kalau ide ini harus divisualisasikan di TV, karena
> >itu saya memang sedang mencari komunitas tradisional yang bisa dijadikan
> >show-case seperti itu, dan di hari begini itu bukan pekerjaan mudah, seperti
> >mencari jarum dalam jerami.
>
> >Saya bahkan menduga (hipotesa) bahwa hanya komunitas
> >religius (karena mereka masih mempercayai otoritas agama) lah yang masih mau diubah kalau
> >pemimpinnya sanggup membimbing (kalau spiritual vis-à-vis religious lebih susah
> >diukurnya, Mas, jadi saya rasa lebih mudah melihat relijiusitas komunitas saja).
>
> >Bahkan saya sering tersenyum sendiri berfikir mungkin seperti inilah dulu pekerjaan
> >berat para Nabi membawa perubahan di dalam masyarakatnya :))))
>
> >Ngomong2 kenapa
> >Anda kok bilang "mbak Wardah yang selalu kritis?" Apa kita pernah ketemu sebelumnya?
>
> >Saya bukan
> >Wardah Hafidz yang terkenal itu lho..... saya cuma seorang Wardah yang lain, dan riset ini
> >riset PhD saya di NZ .......
>
> >Salam,wardah
>
> >2010/6/10 <bintangnugr...@yahoo.com>
>
> >Mbak Wardah yg selalu kritis,
>
> >>1. Konsep transition town itu sangat logis. Bahwa yang merespon belum banyak itu juga logis. Kalau yang menentang akan banyak pun masuk akal. Meski disebut transisi, artinya akan cukup mengakomodasi kebutuhan peralihan, namun saya yakin banyak sekali orang yg jadi kurang senang ketika membayangkan apa yg akan diperolehnya di ujung transisi ini : lha cuma tambah 'susah' aja gitu kok dituju ??? Skrg ada pembantu, nanti justru kerjakan sendiri saat sdh makin tua, apa enaknya ? Skrg ada kerjaan akibat kemalasan org kaya (mencuci pakai mesin cuci, kesana kemari naik motor enak toh ?), nanti jungkir balik mencangkul lagi di sawah, buruh tani, suatu pekerjaan yg bahkan 50 thn lalu sdh ditanggalkan orangtua dan milih menggelandang di kota atau membabu di
> >> negara tetangga ...
>
> >>2. Tapi jelas, saya pendukung gagasan Transition Town. Pengalaman saya : merubah keluarga sendiri itu sulittt. Ada kontradiksi yg perlu diselaraskan krn sgt esensial. Hal itu berupa pertanyaan : " jadi buat apa selama ini kita hidup dgn berjuang mati2an demi kenyaman hidup ? Percuma dong kalau ujungnya disuruh prihatin lagi. Salah jalan dong kita, karena harus balik lagi" ... Iya kawan, iya anakku, baru sekarang kita tahu bahwa kita tersesat Mari mencari jalan yang benar sekarang. "Aaah, itu kan bukan salah saya, itu salah kalian orang yang lebih tua yang keliru memasang rambu, sembarangan pasang petunjuk. Kalian enak sdh cukup mengenyam kenyamanan hidup, kami yg sdg susah2nya diminta menjauh dari kenyamanan yg sdh selama ini kami bayangkan menjadi upah atas kerjakeras kami. Tidak adil dong...".... Kawanku, anakku, perubahan ini adalah keniscyaan, pasti harus kita lakukan, atau kebuntuan sosial dan kemandegan ekologi memaksa kita membunuh diri
> >> bersama. .... "Itu filsafat org yang sdh mengenyam kenikmatan. Sorry otak kami sudah tak punya kuota unt filsafat, yg tersisa hanya kita bertahan di jaman persaingan dan mengais kebahagiaan yg mungkin tercecer di kubangan darah, keringat (dan maksiat ? he he he skdar persajakan belaka) bernama kota. Dst dst.
>
> >>3. Jadi begini Mbak, transition town (TT) itu mestinya dibangun di atas, istilah karangan saya, 'ecological transcendent' - kesadaran akan rencana Ilahi dlm tanda-tanda ekologis. Kita mesti berpijak di atas ranah spiritual (tdk identik dg agama) untuk menumbuhkan kesadaran dan niat yg cukup kokoh saat membangun TT itu. Cara konkritnya ?
>
> >>Kita isi layar TV kita dgn tontonan inspiratif selain kotbah : reality show dari kampung-kampung yang tercerahkan menjadi embrio TT. Reality show dari komunitas / keluarga yang layak menjadi model penghuni TT. Reality show dari sekumpulan org yang membangun permukiman baru, eco-techno-tribalism di satu gugus pulau di kep Seribu, mulai dari nol spt
>
> ...
>
> read more »
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id