Tuesday, 8 February 2011

Re: [greenlifestyle] FYI: Jakarta Siap belajar Soal Banjir dari kota Rotterdam (akhirnya...)

Beberapa tahun yang lalu khan hampir 50 orang staf Pemda belajar ttg banjir di Belanda. Dan ketika kembali ke Indonesia mereka ditanya oleh Pak Gubernur apa yang menyebabkan banjir?. Dijawab dengan lantang oleh seluruh staf tsb “AIR”.

Suhud


On 2/8/11 12:09 PM, "Shanty Syahril" <sshanty@gmail.com> wrote:

Wah mungkin Belanda ingin memperbaiki kesalahan mereka di masa lalu...

Lebih setahun yang lalu, saya pernah hadir di diskusi yg sangat menarik ttg air (diadakan oleh peta hijau jakarta). Ada salah satu pembicara yang mengungkapkan kesalahan fundamental sistem pengelolaan air ibukota jauh berawal dari masa kolonial.

Singkat cerita menurut beliau, tata kota jakarta di disain oleh Belanda untuk mengalirkan air hujan secepatnya2 ke laut (bisa dilihat dari kanal2 yang dibangun), sementara air kotornya diserapkan ke tanah (bisa dilihat dari penggunaan spetik tank dan bidang resapan - sampai sekarang hanya wilayah CBD yang punya pengolahan air kotor di waduk setiabudi).

Pilihan sistem tsb yang saat ini membawa kita pada krisis air bersih, air tanah pun terancam bakteri coli. Air hujan yang seharusnya bisa diserapkan ke dalam tanah, justru disia-siakan.

Sebenarnya ngeri juga sih dgn kerjasama luar negeri....khawatir kalau Belanda justru mengajarkan ke Jakarta untuk terus memperluas reklamasi di utara jakarta...:-(

Semoga tidak begitu ya.....

salam,
shanty







2011/2/7 Lulu Ratna <lu2ratna@yahoo.com>
Jakarta Siap Belajar Soal Banjir dari Kota Rotterdam 
 Lia Harahap - detikNews
     
Jakarta - Banjir salah satu masalah yang tidak bisa terpisahkan dari Jakarta. Solusi demi solusi terus dilakukan. Salah satunya adalah meneken Memorandum of Agreement (MoU) dengan Walikota Rotterdam Ahmed Aboutaleb sebagai kota kembar.

Penandatanganan ini dilakukan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Kedua kota ini akan bekerjasama dan mencari solusi untuk penanggulangan banjir.

"Di Rotterdam kami harus selalu melindungi diri dari kekuatan laut utara di sebelah barat dan air pasang yang tinggi dari sungai-sungai yang mengalir dari sebelah timur," ujar Walikota Rotterdam, Aboutaleb, usai penandatanganan MoU di Gedung Balai Agung, Balaikota, Jl Medan Merdeka Selatan, Senin (7/2/2011)

Rotterdam, menurut Aboutaleb, telah mengembangkan keahlian yang luar biasa di bidang pengelolaan air. Kota itu berambisi menjadi pusat dunia di bidang pengelolaan air, dan keahlian inilah yang akan dibagikan untuk Jakarta untuk mengatasi banjir.

"Kerjasama ini memberikan fokus pada pencegahan dan pengelolaan banjir untuk dua tahun ke depan," lanjutnya.

Menurut Fauzi Bowo, Jakarta memang perlu masukan dari pakar pemeliharaan air asal Rotterdam itu. Tujuannya tak lain untuk mendapatkan pembuangan air hujan dan air sungai yang lebih baik.

"Maka itu kita akan susun rencana sebaik mungkin," kata Foke.

Selain mengadakan MoU, Walikota Rotterdam berencana akan melakukan kunjungan ke sejumlah tempat di Jakarta, dalam rangka. mengamati pemeliharaan dan kegiatan pengerukan sungai yang dilakukan guna meredam banjir.

Apalagi, pemerintah Belanda dan Indonesia sedang melakukan penelitian strategis tentang bagaimana menghadapi masalah land subsidence dan meningginya permukaan air laut secara efektif akibat penurunan permukaan tanah.

Sebelumnya, Foke pernah mengatakan mengamati peningkatan permukaan laut dan penurunan permukaan tanah (line subsidance). Mengatasi itu pemerintah berencana akan membangun dam raksasa.

"Kita memonitor beberapa tahun terakhir ternyata line subsidens lebih cepat gerakannya ketimbang dari permukaan laut," ujar Foke.

Kondisi ini sebenarnya berdampak terjadinya genangan bukan hanya di Jakarta tapi di sepanjang Pantai Utara Jawa. Khusus di Jakarta, dua masalah ini sangatlah serius.

Dengan dibangunnya tanggul raksasa tersebut, lanjut Foke, paling tidak bisa mengurangi tekanan rob secara signifikan. Meskipun perlu tahapan pananganan yang lebih serius dari itu.

"Ini banyak terjadi di dunia (New Orlens, Belanda), Belanda yang paling advance untuk urusan ini sampai mereka buat sistem polder ,sehingga meski air laut tinggi tidak akan tumpah karena ada bendungan," jelasnya.

Memang ini bukan solusi akhir untuk menyelesaikan masalah banjir di Jakarta. Karena tentu tanggul tersebut minimal 5-10 tahun ke depan perlu dipertanyakan lagi.

"Kita akan berkumpul bersama instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah untuk jangka panjang. Kita tidak punya plihan selain membangun bendung raksasa di teluk Jakarta, persisnya dimana masih memrelukan penelitian lebih jauh yang jelas karena ada pelabuhan Priok tentu arus tranportasi laut," tandas Foke saat itu.

(lia/mok)