Barangkali ada yg berminat utk bertanya lbh lanjut, terkait dengan kemacetan Jkt?
---------- Forwarded message ----------
From: Muhamad Suhud <msuhud69@gmail.com>
Date: 2011/5/20
Subject: Penjelasan ERP
To: armely meiviana <ameiviana@gmail.com>
From: Muhamad Suhud <msuhud69@gmail.com>
Date: 2011/5/20
Subject: Penjelasan ERP
To: armely meiviana <ameiviana@gmail.com>
Melly yang baik,
Ini penjelasan yang kuambil dari presentasi Mas Bambang Susantono. Aku lampirkan juga fact sheet kampanye ERP dari Koalisi TDM.
Salam
Suhud
--------------------
ERP diharapkan mampu mengurangi perjalanan dengan kendaraan pribadi dan mengurangi perjalanan yang tidak perlu, terutama pada jam-jam sibuk.
Peningkatan kapasitas jalan tanpa dibarengi disinsentif terhadap pengguna kendaraan pribadi justru memungkinkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan lalu lintas, atau biasa dikenal dengan fenomena induced demand. Banyak studi telah mengungkapkan fenomena induced demand ini.
Induced demand adalah sebuah fenomena dimana ketika supply ditambah maka konsumsi akan meningkat. Hal ini karena konsumsi tinggi yang tidak terlayani.
Beberapa studi di negara maju menunjukkan bahwa elastisitas permintaan perjalanan (traffic demand) terhadap penambahan kapasitas jalan berkisar antara 0 sampai 1. Artinya, jika kapasitas jalan meningkat sebesar 1% maka permintaan perjalanan juga akan meningkat. Bahkan untuk jangka panjang bisa melebihi 1%
Fenomena "Induced Demand" ini sangat potesial untuk terjadi di Jakarta dengan indikasi bahwa jumlah pengguna jalan tol inelastis terhadap tarif tol. Volume lalu lintas jalan tol dalam kota terus meningkat dari 95 juta per tahun pada tahun 1995 menjadi 186 juta pertahun pada tahun 2005, atau meningkat hampir 2 kali lipat. Pada sisi lain, tarif tol untuk kelas kendaraan penumpang dan truk kecil meningkat 1.8 kali lipat dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2005 (CMNP, http://www.cmnp.co.id/).
Keuntungan ERP
Meskipun tujuan utama congestion pricing (ERP) adalah untuk mengurangi kemacetan, akan tetapi uang hasil pungutan biaya kemacetan dapat menjadi sumber dana pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan transportasi seperti meningkatkan pelayanan angkutan umum, peningkatan fasilitas bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda, dan lain-lain.
Berdasarkan studi yang dilakukan PCI, PCKK, dan Sumitomo Corporation, aplikasi ERP di Jakarta layak secara ekonomi maupun finansial (periode evaluasi dari 2008 sampai dengan 2020).
a. Penghematan Konsumsi BBM.
Dengan melakukan simulasi sederhana berdasarkan kurva hubungan antara kecepatan dan konsumsi BBM tiap jenis kendaraan bermotor, serta dengan menggunakan data jumlah kendaraan bermotor di Jakarta, maka dapat dihitung konsumsi BBM untuk tiap skenario kecepatan dan proporsi penggunaan kendaraan pribadi. Apabila aplikasi Congestion Pricing mampu meningkatkan kecepatan rata-rata lalu lintas dari 20 km/jam menjadi 30 km/jam (naik 10 km/jam), dan menurunkan volume kendaraan pribadi sebesar 10%, dan dengan asumsi panjang perjalanan rata-rata 10 km, maka aplikasi Congestion Pricing di Jakarta akan menghemat penggunaan BBM dan subsidi sebesar 6.65 trilyun/tahun.
b. Penurunan Polusi Udara
Perhitungan penurunan polusi udara sebagai dampak menurunnya kemacetan dan penggunaan kendaraan pribadi dapat dilakukan dengan menggunakan formula laju emisi. Formula laju emisi yang dipergunakan adalah berdasarkan Keputusan Dirjen Bina Marga No 60 Tahun 1999 tentang Pengesahan 13 pedoman teknik Dirjen Bina Marga. Laju emisi adalah besarnya massa polutan yang dilepaskan oleh satu kendaraan per kilometer jarak tempuh.
Dengan menggunakan data yang sama seperti perhitungan penghematan BBM, maka dengan asumsi kecepatan rata-rata lalu lintas akan naik dari 20 km/jam menjadi 30 km/jam (naik 10 km/jam), volume kendaraan pribadi menurun 10%, dan panjang perjalanan rata- rata 10 km, maka akan didapat penurunan CO sebesar 35% per hari dan penurunan NOx sebesar 23% per hari.
Ini penjelasan yang kuambil dari presentasi Mas Bambang Susantono. Aku lampirkan juga fact sheet kampanye ERP dari Koalisi TDM.
Salam
Suhud
--------------------
ERP diharapkan mampu mengurangi perjalanan dengan kendaraan pribadi dan mengurangi perjalanan yang tidak perlu, terutama pada jam-jam sibuk.
Peningkatan kapasitas jalan tanpa dibarengi disinsentif terhadap pengguna kendaraan pribadi justru memungkinkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan lalu lintas, atau biasa dikenal dengan fenomena induced demand. Banyak studi telah mengungkapkan fenomena induced demand ini.
Induced demand adalah sebuah fenomena dimana ketika supply ditambah maka konsumsi akan meningkat. Hal ini karena konsumsi tinggi yang tidak terlayani.
Beberapa studi di negara maju menunjukkan bahwa elastisitas permintaan perjalanan (traffic demand) terhadap penambahan kapasitas jalan berkisar antara 0 sampai 1. Artinya, jika kapasitas jalan meningkat sebesar 1% maka permintaan perjalanan juga akan meningkat. Bahkan untuk jangka panjang bisa melebihi 1%
Fenomena "Induced Demand" ini sangat potesial untuk terjadi di Jakarta dengan indikasi bahwa jumlah pengguna jalan tol inelastis terhadap tarif tol. Volume lalu lintas jalan tol dalam kota terus meningkat dari 95 juta per tahun pada tahun 1995 menjadi 186 juta pertahun pada tahun 2005, atau meningkat hampir 2 kali lipat. Pada sisi lain, tarif tol untuk kelas kendaraan penumpang dan truk kecil meningkat 1.8 kali lipat dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2005 (CMNP, http://www.cmnp.co.id/).
Keuntungan ERP
Meskipun tujuan utama congestion pricing (ERP) adalah untuk mengurangi kemacetan, akan tetapi uang hasil pungutan biaya kemacetan dapat menjadi sumber dana pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan transportasi seperti meningkatkan pelayanan angkutan umum, peningkatan fasilitas bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda, dan lain-lain.
Berdasarkan studi yang dilakukan PCI, PCKK, dan Sumitomo Corporation, aplikasi ERP di Jakarta layak secara ekonomi maupun finansial (periode evaluasi dari 2008 sampai dengan 2020).
a. Penghematan Konsumsi BBM.
Dengan melakukan simulasi sederhana berdasarkan kurva hubungan antara kecepatan dan konsumsi BBM tiap jenis kendaraan bermotor, serta dengan menggunakan data jumlah kendaraan bermotor di Jakarta, maka dapat dihitung konsumsi BBM untuk tiap skenario kecepatan dan proporsi penggunaan kendaraan pribadi. Apabila aplikasi Congestion Pricing mampu meningkatkan kecepatan rata-rata lalu lintas dari 20 km/jam menjadi 30 km/jam (naik 10 km/jam), dan menurunkan volume kendaraan pribadi sebesar 10%, dan dengan asumsi panjang perjalanan rata-rata 10 km, maka aplikasi Congestion Pricing di Jakarta akan menghemat penggunaan BBM dan subsidi sebesar 6.65 trilyun/tahun.
b. Penurunan Polusi Udara
Perhitungan penurunan polusi udara sebagai dampak menurunnya kemacetan dan penggunaan kendaraan pribadi dapat dilakukan dengan menggunakan formula laju emisi. Formula laju emisi yang dipergunakan adalah berdasarkan Keputusan Dirjen Bina Marga No 60 Tahun 1999 tentang Pengesahan 13 pedoman teknik Dirjen Bina Marga. Laju emisi adalah besarnya massa polutan yang dilepaskan oleh satu kendaraan per kilometer jarak tempuh.
Dengan menggunakan data yang sama seperti perhitungan penghematan BBM, maka dengan asumsi kecepatan rata-rata lalu lintas akan naik dari 20 km/jam menjadi 30 km/jam (naik 10 km/jam), volume kendaraan pribadi menurun 10%, dan panjang perjalanan rata- rata 10 km, maka akan didapat penurunan CO sebesar 35% per hari dan penurunan NOx sebesar 23% per hari.
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id