Monday, 30 January 2017

[greenlifestyle] 538 Komunitas Masyarakat Hukum Adat telah Ditetapkan Pasca Putusan MK 35*

Selamat pagi Bapak dan Ibu sekalian,

Berikut adalah release Epistema Institute yang berjudul  *538 Komunitas Masyarakat Hukum Adat telah Ditetapkan Pasca Putusan MK 35*. Data selengkapnya terkait dengan release ini dapat diunduh di OUTLOOK EPISTEMA 2017  "Pengakuan Hukum terhadap Masyarakat Adat: Tren Produk Hukum Daerah dan Nasional Pasca Putusan MK 35/PUU-X/2012".

Salam hangat,

Epistema Institute
---------------------

Siaran Pers Epistema Institute

*538 Komunitas Masyarakat Hukum Adat telah Ditetapkan Pasca Putusan MK 35*

[Jakarta, 29 Januari 2016]  Sebanyak 538 komunitas Masyarakat Hukum Adat telah ditetapkan melalui produk hukum daerah pasca dikeluarkannya Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 pada 16 Mei 2013 silam. Penetapan ini dilakukan melalui 7 SK Bupati dan 6 Peraturan Daerah di tingkat kabupaten. Perda yang paling banyak menetapkan Komunitas Masyarakat Hukum Adat adalah Perda Kabupaten Lebak No. 8 Tahun 2015, yaitu sebanyak 519 kasepuhan yang terdiri dari kasepuhan inti, kokolot lembur dan gurumulan/rendangan.

"Dari Mei 2013 hingga Desember 2016 terdapat 17 produk hukum daerah yang secara spesifik berisi mengenai pengakuan keberadaan Masyarakat Adat yang tersebar di 13 kabupaten/kota yang terdapat di 10 propinsi di Indonesia. Jumlah komunitas Masyarakat adat yang ditetapkan dengan produk hukum daerah mengalami peningkatan pasca Putusan MK 35," tutur Malik, Direktur Hukum dan Kebijakan Epistema Institute dalam hasil "Outlook Pengakuan Hukum terrhadap Masyarakat Adat: Tren Produk Hhukum Daerah dan Nasional Pasca Putusan MK 35/PUU-IX/2012" yang dikeluarkan oleh Epistema Institute.

Sementara itu, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telahmemperkenalkan nomenklatur Desa Adat yang menuntut pemerintah daerah untuk melakukan penataan desa. Penataan Desa salah satunya dilakukan untuk menentukan mana yang akan menjadi desa, desa adat, atau kelurahan. Beberapa daerah menindaklanjuti UU Desa ini dengan menetapkan desa adat. Hingga Desember 2016 terdapat 133 Desa Adat yang telah ditetapkan melalui produk hukum daerah.

"Penetapan Desa Adat yang paling banyak ditetapkanmelalui produk hukum daerah terjadi di Kabupaten Rokan Hulu melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 dengan  menetapkan 89 Desa Adat. Sementara itu,Peraturan Daerah Kabupaten Siak No. 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Kampung Adat di Kabupaten Siaktelah menetapkan 8 kampung adat," papar Yance Arizona, anggota Dewan Pakar Epistema Institute.

Selain dalam bentuk Peraturan Daerah, terdapat pula Keputusan Bupati yaitu Keputusan Bupati Jayapura No. 320 Tahun 2014 tentang Pembentukan 36 Kampung Adat di Kabupaten Jayapura.

"Sayangnya, dari 133 jumlah desa adat yang telah ditetapkan melalui produk hukum daerah, belum adasatupun yang telah mendapatkan registrasi dan kode desa dari Kementerian Dalam Negeri," kata Luluk Uliyah, Direktur Epistema Institute.[ ]

Outlook Epistema 2017 selengkapnya dapat diunduh di http://epistema.or.id/publikasi/publikasi-berkala/outlook-epistema-2017/

--
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "GreenLifestyle" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke greenlifestyle+unsubscribe@googlegroups.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Friday, 27 January 2017

[greenlifestyle] Siaran Pers Epistema Institute *Produk Hukum Daerah tentang Masyarakat Adat Meningkat Pasca Putusan MK 35*

Bapak dan Ibu sekalian,

Berikut adalah release Epistema Institute terkait dengan OUTLOOK EPISTEMA 2017  "Pengakuan Hukum terhadap Masyarakat Adat: Tren Produk Hukum Daerah dan Nasional Pasca Putusan MK 35/PUU-X/2012.

Salam hangat,

Epistema Institute
---------------------

Siaran Pers Epistema Institute
*Produk Hukum Daerah tentang Masyarakat Adat Meningkat Pasca Putusan MK 35*

[Jakarta, 26 Januari 2017] Perkembangan kebijakan mengenai masyarakat adat semakin terasa pasca dikeluarkannya Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 pada 16 Mei 2013 silam. Jumlah produk hukum daerah tentang masyarakat adat pasca putusan MK 35 terus meningkat dibandingkan sebelum adanya putusan MK 35. Data Epistema Institute seperti yang tercantum dalam *Outlook Epistema 2017* menunjukkan bahwa terdapat 69 produk hukum daerah yang diterbitkan sejak Mei 2013 hingga Desember 2016. Angka ini sangat signifikan dan intens karena terjadi hanya dalam kurun waktu kurang dari empat tahun.

"Sejak Putusan MK 35 pada 16 Mei 2013 hingga Desember 2016 telah ada 69 produk hukum daerah baru mengenai masyarakat adat. Mulai dari pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat, wilayah adat, hutan adat, lembaga dan peradilan adat, serta desa adat," jelas Malik, Direktur Hukum dan Kebijakan Epistema Institute.

"Ini menunjukkan bahwa daerah berlari kencang, sementara di tingkat nasional berjalan lambat. Sedikit sekali produk hukum daerah yang ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat baik itu dalam rangka penetapan desa adat atau tanah komunal. Dalam bidang kehutanan, meskipun baru-baru ini terjadi pengukuhan 9 hutan adat oleh Menteri LHK dan Presiden, tetapi itu baru menyerap 9,6% dari luas hutan adat yg telah ditetapkan melalui produk hukum daerah," terang Yance Arizona, anggota Dewan Pakar Epistema Institute.

Tren peningkatan produk hukum daerah mengenai Masyarakat Adat pasca Putusan MK 35 ini terlihat, di tahun 2013 terdapat 12 produk hukum daerah mengenai Masyarakat Adat, tahun 2014 terdapat 17, tahun 2015 sebanyak 27, dan tahun 2016 terdapat 13 produk hukum daerah. Peningkatan ini terjadi karena hadirnya Putusan MK 35 yang diikuti oleh UU Desa, UU Pemerintahan Daerah dan peraturan operasional dari kementerian yang berkaitan dengan masyarakat adat.

"Peningkatan produk hukum daerah menganai Masyarakat Adat pasca Putusan MK 35 ini juga disebabkan karena semakin luasnya wilayah advokasi yang dilakukan oleh organisasi masyarakat adat dan lembaga swadaya masyarakat yang mendampingi pemerintah daerah dalam penyusunan produk hukum daerah," kata Luluk Uliyah, Direktur Epistema Institute.

Dari 69 produk hukum daerah yang terbit pasca Putusan MK 35, sebanyak 34 produk hukum daerah bersifat pengaturan, 34 bersifat penetapan dan satu bersifat kombinasi. Produk hukum daerah tersebut dikelompokkan dalam lima bentuk, yaitu; Perda yang bersifat pengaturan, Perda yang bersifat penetapan, Perda kombinasi pengaturan dan penetapan, Peraturan kepala daerah (gubernur atau bupati) yang bersifat pengaturan, dan Keputusan kepala daerah.

Dari sisi bentuk hukumnya, produk hukum daerah yang paling banyak setelah keluarnya Putusan MK 35 adalah Perda yang bersifat pengaturan. Terdapat 27 Perda yang bersifat pengaturan di mana 19 di antaranya adalah Perda Kabupaten/Kota dan 8 Perda Provinsi. Sementara itu, peraturan daerah yang bersifat penetapan sebanyak 33 produk hukum daerah, yang terdiri dari 9 Perda Kabupaten dan 24 SK Bupati/Walikota.

Jika dilihat dari materi muatan, dari 69 produk hukum daerah yanag keluar Pasca Putusan MK 35, 21 produk hukum daeran tersebut berisi muatan terkait lembaga adat, peradilan adat dan hukum adat.

"Peningkatan yang paling signifikan terdapat pada peraturan daerah mengenai masyarakat adat yang materi muatan produk hukumnya tentang keberadaan masyarakat adat (sebagai subyek hukum). Sebelum Putusan MK 35, hanya ada 8 produk hukum daerah. Namun setelah keluarnya Putusan MK 35, ada 17 produk hukum daerahh yang materi muatan produk hukumnya tentang keberadaan Masyarakat adat. Ini membuktikan bahwa keluarnya Putusan MK 35 memberikan efek positif terhadap percepatan pembentukan produk hukum mengenai pengakuan masyarakat adat," ujar Luluk.[ ]

Outlook Epistema 2017 selengkapnya dapat diunduh di http://epistema.or.id/publikasi/publikasi-berkala/outlook-epistema-2017/

--
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "GreenLifestyle" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke greenlifestyle+unsubscribe@googlegroups.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Tuesday, 24 January 2017

Re: [greenlifestyle] Koleksi Perpustakaan Epistema Institute

Keren ini Kang Imat. 
Sangat berguna. 

On Jan 24, 2017 12:33 PM, "ruhimat" <ruhimat@gmail.com> wrote:

Koleksi lainnya dapat dilihat di http://library.epistema.id



koleksi perpustakaan Epistema Insitute :

1.      Mryna Safitri[editor] (2007).Konstruksi Hutan Adat :Pilihan Hukum Pengakuan Masyarakat Adat Atas Sumberdaya Hutan.Bogor : Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat ( 143 halaman).

 

Buku ini merupakan tanggapan atas undangan Departemen Kehutanan kepada FKKM untuk memberikan masukan dalam RPP Hutan Adat. Penulis pada buku ini menawarkan pembaharuan dengan sudut pandang yang berbeda. Interprestasi terhadap UU 41/99. Melalui terobosan ini diharapkan kebijakan mengatur pengeloaan hutan adat bisa diterima berbagai pihak serta bisa diimplementasikan dilapangan.

 

 

2.      Noer Fauzi Rachman ( 2014). Masyarakat Hukum Adat adalah Penyandang Hak,Subjek Hukum, Dan Pemilik Wilayah Adatnya : Memahami secara Konstekstual Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia atas Perkara Nomor 35/PUU-X/2012. Yogyakarta : INSISTPres (188 halaman).

 

Pada buku ini menjelaskan juga Putusan MK atas Perkara nomor 35/PUU-X/2012 (selanjutnya akan disebut putusan MK 35) itu menyatakan bahwa undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 5 ayat(1) adalah salah secara konstitusional. Secara keseluruhan, Putusan MK 35 itu mengubah kalimat Pasal 1 butir 6 menjadi "hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat", selain itu dibahas pula masyarakat hukum adat dan asal usul masalah agrarianya, penguasaan negara terhadap hutan di Kepulauan nusantara.





--
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "GreenLifestyle" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke greenlifestyle+unsubscribe@googlegroups.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

--
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "GreenLifestyle" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke greenlifestyle+unsubscribe@googlegroups.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Re: [greenlifestyle] Koleksi Perpustakaan Epistema Institute

Great .

On Jan 24, 2017 12:33 PM, "ruhimat" <ruhimat@gmail.com> wrote:

Koleksi lainnya dapat dilihat di http://library.epistema.id



koleksi perpustakaan Epistema Insitute :

1.      Mryna Safitri[editor] (2007).Konstruksi Hutan Adat :Pilihan Hukum Pengakuan Masyarakat Adat Atas Sumberdaya Hutan.Bogor : Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat ( 143 halaman).

 

Buku ini merupakan tanggapan atas undangan Departemen Kehutanan kepada FKKM untuk memberikan masukan dalam RPP Hutan Adat. Penulis pada buku ini menawarkan pembaharuan dengan sudut pandang yang berbeda. Interprestasi terhadap UU 41/99. Melalui terobosan ini diharapkan kebijakan mengatur pengeloaan hutan adat bisa diterima berbagai pihak serta bisa diimplementasikan dilapangan.

 

 

2.      Noer Fauzi Rachman ( 2014). Masyarakat Hukum Adat adalah Penyandang Hak,Subjek Hukum, Dan Pemilik Wilayah Adatnya : Memahami secara Konstekstual Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia atas Perkara Nomor 35/PUU-X/2012. Yogyakarta : INSISTPres (188 halaman).

 

Pada buku ini menjelaskan juga Putusan MK atas Perkara nomor 35/PUU-X/2012 (selanjutnya akan disebut putusan MK 35) itu menyatakan bahwa undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 5 ayat(1) adalah salah secara konstitusional. Secara keseluruhan, Putusan MK 35 itu mengubah kalimat Pasal 1 butir 6 menjadi "hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat", selain itu dibahas pula masyarakat hukum adat dan asal usul masalah agrarianya, penguasaan negara terhadap hutan di Kepulauan nusantara.





--
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "GreenLifestyle" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke greenlifestyle+unsubscribe@googlegroups.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

--
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "GreenLifestyle" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke greenlifestyle+unsubscribe@googlegroups.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

[greenlifestyle] Koleksi Perpustakaan Epistema Institute

Koleksi lainnya dapat dilihat di http://library.epistema.id



koleksi perpustakaan Epistema Insitute :

1.      Mryna Safitri[editor] (2007).Konstruksi Hutan Adat :Pilihan Hukum Pengakuan Masyarakat Adat Atas Sumberdaya Hutan.Bogor : Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat ( 143 halaman).

 

Buku ini merupakan tanggapan atas undangan Departemen Kehutanan kepada FKKM untuk memberikan masukan dalam RPP Hutan Adat. Penulis pada buku ini menawarkan pembaharuan dengan sudut pandang yang berbeda. Interprestasi terhadap UU 41/99. Melalui terobosan ini diharapkan kebijakan mengatur pengeloaan hutan adat bisa diterima berbagai pihak serta bisa diimplementasikan dilapangan.

 

 

2.      Noer Fauzi Rachman ( 2014). Masyarakat Hukum Adat adalah Penyandang Hak,Subjek Hukum, Dan Pemilik Wilayah Adatnya : Memahami secara Konstekstual Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia atas Perkara Nomor 35/PUU-X/2012. Yogyakarta : INSISTPres (188 halaman).

 

Pada buku ini menjelaskan juga Putusan MK atas Perkara nomor 35/PUU-X/2012 (selanjutnya akan disebut putusan MK 35) itu menyatakan bahwa undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 5 ayat(1) adalah salah secara konstitusional. Secara keseluruhan, Putusan MK 35 itu mengubah kalimat Pasal 1 butir 6 menjadi "hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat", selain itu dibahas pula masyarakat hukum adat dan asal usul masalah agrarianya, penguasaan negara terhadap hutan di Kepulauan nusantara.





--
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "GreenLifestyle" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke greenlifestyle+unsubscribe@googlegroups.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Friday, 6 January 2017

[greenlifestyle] [artikrl }Hutan Adat Sebuah Langkah Awal

Hutan Adat Sebuah Langkah Awal

sumber : http://epistema.or.id/kabar/siaran-pers/hutan-adat-sebuah-langkah-awal/


Siaran Pers

Hutan Adat Sebuah Langkah Awal

 

Jakarta, 5 Januari 2017 – Presiden Joko Widodo secara langsung memberikan Surat Keputusan Pengakuan Hutan Adat kepada sembilan kelompok masyarakat hukum adat, seluas 13.122,3 hektare pada acara Peresmian Pengakuan Hutan Adat, Jumat, 30 Desember 2016 di Istana Negara. Surat keputusan ini adalah bentuk pengakuan terhadap hak masyarakat adat dalam mengelola hutan secara administratif.

Presiden dalam pernyataannya menegaskan bahwa ini merupakan langkah awal dari sikap politik pemerintah untuk mengakui hak masyarakat adat. Pengakuan tersebut, menurut Presiden, akan terus berlanjut karena jumlah masyarakat adat cukup banyak. Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ditugaskan melakukan langkah-langkah yang efektif sehingga target Pemerintah bisa terwujud. Dalam hal ini, Presiden menyitir kembali target Pemerintah yang dituangkan dalam RPJMN untuk membagikan 12.7 juta hektar lahan kepada rakyat, kelompok tani, masyarakat adat agar bisa menikmati kekayaan hutan Indonesia, hutan bangsa sendiri.

Luluk Uliyah, Direktur Epistema Institute mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh Pemerintah "Kami memberikan apresiasi yang besar kepada pemerintah Joko Widodo, karena setelah empat tahun keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa hutan adat tidak lagi berada di dalam hutan Negara, Negara akhirnya memberikan pengakuan hutan adat kepada masyarakat hukum adat. Namun kami tetap berharap agar pengakuan hutan adat ini tidak hanya berhenti pada 9 hutan adat ini saja, tetapi berlanjut pada masyarakat adat lainnya. Karena saat ini ada ribuan Masyarakat adat yang sedang menunggu pengakuan. Untuk itu, pemerintah harus lebih aktif dalam mendorong pengakuan hutan adat dengan memfasilitasi proses pengakuan yang lebih cepat, efektif dan efisien".

Untuk mencapai percepatan pengakuan hutan adat sebagaimana menjadi komitmen Jokowi, HuMa maupun Epistema melihat perlunya sejumlah langkah konkret dan tindakan hukum Pemerintah:

  1. Memangkas prosedur yang panjang dan rumit. Sembilan hutan adat yang diakui saat ini merupakan hasil dari proses panjang dan rumit selama dua tahun. Proses tersebut harus direfleksikan kembali agar lebih efektif dan efisien.
  2. Melaksanakan penetapan hutan adat secara aktif, selain melalui mekanisme permohonan oleh MHA. Permen LHK 32/2015 menganut dua mekanisme,  yaitu aktif dan pasif.  Karena itu,  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  tidak sekedar memangkas dan membikin prosedur yang efektif dan effisien, namun juga termasuk mekanisme aktif untuk melakukan proses pendataan, pengakuan, dan penetapan.
  3. Pengintegrasikan ke dalam rencana kerja Pemerintah Pusat dan Daerah. Peran Pemerintah Daerah harus lebih maksimal agar tidak terjadi proses bolak balik yang panjang antara institusi di tingkat Pusat dengan Daerah. Suatu proses yang terarah harus dilakukan KLHK bersama Pemerintah Daerah, terutama di awal tahun ini agar rencana pengakuan hutan adat menjadi target baik dari Pemerintah Pusat maupun Daerah.
  4. Mengembangkan kebijakan pengakuan dan pemberdayaan secara komprehensif. Saat ini kebijakan pengakuan hutan adat masih berada pada tahap pengakuan, belum pada pemberdayaan. Kebijakan komprehensif perlu untuk menjangkau isu pemberdayaan agar masyarakat adat merasakan manfaat langsung pengakuan hutan adat. Kebijakan tersebut dapat dikembangkan dengan melibatkan Kementerian dan Lembaga terkait. Misalnya, Kementerian Desa, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

"Kami menyadari agenda besar sudah menunggu kita semua, yakni memastikan penetapan dijalankan sesuai mandat konstitusi, mengawal hutan adat yang telah ditetapkan, dan memastikan bahwa penetapan selanjutnya lebih transparan, mudah, dan terbuka." Tutup Dahniar Adriani, Direktur Perkumpulan HuMa Indonesia.

 

Untuk informasi lebih lanjut, sila menghubungi:

Direktur Perkumpulan HuMa Indonesia, Dahniar Adriani 081341333080

Direktur Epistema Institute Luluk Uliyah 081519868887

/ Siaran Pers

--
--
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "GreenLifestyle" group - Share this email!
To post to this group, send email to greenlifestyle@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to greenlifestyle-unsubscribe@googlegroups.com
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/greenlifestyle?hl=id
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "GreenLifestyle" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke greenlifestyle+unsubscribe@googlegroups.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.